Seharusnya, aku belajar malam ini.
Seharusnya, aku ngelarin tugas karya wisata malam ini.
Tapi apa daya, diel sedang ingin nge blog.
Barusan aja, aku buka blog Fara yang intinya "aku kangen sama masa smp ku, dan aku belum bisa menemukan kenyamanan di sekolah baru." Gue bacanya langsung diam, bengong. Dan gue menyadari bahwa "move on" itu enggak hanya berkutat pada cinta-pacar-galau.
Pada awalnya, gue juga belum bisa menemukan kenyamanan kok di sekolah baru ini, gue belum bisa move on dari pikiran-pikiran masa lalu. Gue jadi inget, tadi Nindy curhat pas pelajaran matematika Bu Cika. Tentang suatu jalan hidup yang belum bisa dia terima, tentang keinginan dia untuk mengulang masa lalu, pemberbaikinya kemudian mendapatkan apa yang dia ingin. Gue menyimpulkan, itu berarti Nindy belum bisa move on dari sebuah takdir yang harus dia terima.
Seperti halnya gue, banyak hal yang gue belum bisa move on.
Banyak sekali.
Contoh simpel,
Gue belum bisa move on dari pensil kesayangan gue yang ilang hari ini. Sebanyak apapun pensil sejenis yang dijual, semurah apapun pensil senada yang dijual, gue tetep akan mencari dan berharap untuk menemukan pensil kesayangan gue itu. Karena apa? Karena pensil itu cuman satu. Dan gue belum bisa move on dari pensil itu ke pensil lain walaupun merek sama, warna sama. Tapi gue tetep berharap pensil itu kembali ke kotak pensil oranye ini. Karena pensil itu punya nilai historis yang enggak dimiliki pensil lain. Walaupun pensil itu sering macet, mampet, bulukan, tapi tetep aja pensil itu yang bikin gue bisa nyatet pelajaran.
Perumpamaan itulah yang banyak terjadi di dunia manusia, bukan dunia alat tulis lagi.
Kenapa elo masih menyayangi seseorang dan belum bisa move on walaupun orang itu enggak jelas akan kembali atau enggak? jawabannya adalah, karena orang itu cuman satu. Enggak ada yang lain.
"Semirip apapun orang lain, tetep ada bedanya udub." Nindy selalu aja bilang kalimat ini.
Move on.
Satu kata.
Mudah diucapkan.
Sangat susah dilakukan.
Tapi mau gimana itu, ketika pensil kesayangan ilang. Elo dituntut untuk tetep menulis, menulis, mencatat dan terus mencatat dan otomatis elo dituntut untuk menggunakan pensil lain. Suka enggak suka. Tetep harus. Itulah move on. Butuh suatu keterpaksaan yang menyiksa. Tapi dengan keterpaksaan itu elo jadi tetep bisa nulis kan?
Dan lama kelamaan elo akan merasakan kenyamanan yang sedikit demi sedikit muncul. Iya, hanya soal waktu guys. Dan waktunya enggak sebentar. Butuh proses untuk menerimanya, menjalani, dan menghasilkan.
Nindy, tolong baca kalimat sebelum ini ya, diulang ulang dan resapi apa maknanya. Menerima, menjalani dan menghasilkan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar