Seiring waktu berjalan seiring banyak hal sedikit demi sedikit berubah, tanpa kita sadari.
Apa yang dianggap penting bisa jadi biasa saja, bahkan mungkin nggak penting lagi.
Apa yang dianggap prioritas bisa aja jadi hal yang begitu mudah disingkirkan.
Apa yang lama diperjuangkan bisa saja lalu dibuang, entah karena terpaksa atau nggak.
Waktu dan keadaan begitu mudah jadi nakhoda yang seakan mengendalikan semuanya, iya segala hal.
Entah itu sedih atau senang.
Sedih.
Saking sedihnya bahkan dibutuhkan waktu untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
Mata sendiri bahkan nggak cukup untuk menerima suatu peristiwa.
Butuh setengah hari, mungkin lebih untuk memahami apa yang terjadi.
Dalam proses itu cuman sedikit terasa sedih karena semua seakan fokus pada kinerja logika yang sampai sekarang pun masih rancu.
Dalam proses itu seperti kehilangan diri sendiri, hilang semua sense untuk tahu dan menuruti apa yang diri sendiri mau atau butuhkan.
Linglung.
Ketika aku sedang benar-benar sedih, aku butuh waktu bahkan hingga berhari hari untuk mencerna apa yang terjadi. Baru setelah itu aku merasakan sedihnya.
Post ini juga udah ada di draft sejak empat hari lalu, rasanya kayak nggak bisa melanjutkan menulis; karena bingung sebenarnya aku butuh apa aku mau apa.
Mungkin analogi 'baju bagus tapi nggak pas' mungkin juga 'baju jelek dan nggak pas'
Ketika bertemu seseorang atau hal yang terlihat biasa saja, jangan sepelekan apa yang ada di dalamnya. Apa yang sedang perlahan merusak dan korosif di dalamnya. Mungkin mereka malah jauh lebih rapuh dari yang terlihat rapuh.
Aku mungkin terlampau memikirkan hal yang seharusnya bisa aku tidak hiraukan. Tapi apa yang sudah dilakukan sesungguhnya tak semudah itu ditinggalkan.
Kalimat move foward, tidak sesimpel dua kata yang menggambarkannya.
Aku tidak memohon. Aku tetap berjalan kedepan, perlahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar