Minggu, 20 Mei 2012

Belajar

Semua punya feedback. Yah, benar, memang, nyata, dan ada. Tapi gue juga gak paham, kenapa untuk mencapai feedback itu harus melewati masa suram, masa gelap dan agak menyakitkan.
Penolakan.
Ketidakpedulian.
Dan, sarkasme mungkin.
Atau gue yang terlalu perfeksionis sehingga selalu melihat semua dari segi 'cacat'nya tanpa melihat kebahagiaan yang sudah ada di depan mata.
"Mimpimu udah jadi nyata sekarang. Bersyukur dan berbahagialah Diel. Dasar perfeksionis." awalnya itu kata-kata kramat yang bisa membesarkan hati seorang Diella Zuhdiyani yang sedang patah semangat level 10 ini. Tapi lama-lama gak mempan dan aku butuh pendengar, penasihat.

Mungkin gue terlalu lelah atau apapun itu.

Sebuah pisau, ia tetap ingin menjadi pisau.
Tapi ia terus belajar untuk tidak menyakiti siapapun.
Ia ingin menumpulkan dirinya, tapi ia akan menjadi tidak berguna jika melakukan hal itu.
Apa yang akan kalian lakukan jika kalian dihadapkan pada dua pilihan yang bahkan lebih sulit dari materi listrik dinamis.
Apa yang akan kalian lakukan jika kalian terus berbohong sesering kalian berbohong pada guru pembimbing atas tugas-tugas yang sebenarnya belum kalian kerjakan.

Pendengar setia gue sekarang adalah Tuhan dan dua buah botol teh pucuk harum kosong yang ada tulisan "cheer up."
Norak ya?
Iya, galau itu memang norak. Lebih norak dari gue yang kemarin didandanin jadi suster gadungan.

Kebahagiaan yang gue tulis di blog ini udah ketutup sama post-post galau. Haha, otak anecdote yang gue punya malah sekarang dikalahin sama hati yang lagi putus asa.

Waktu sedikit yang gue punya untuk belajar UKK malah kebuang untuk menyadari bahwa keadaan diri sedang dibawah. Pendengar. Teman. Hilang.
Gue sendiri juga enggak ngerti kemana perginya otak anecdote dan idiot yang nempel di jiwa Diella Zuhdiyani. Gue juga gak paham, gue yang biasanya dengerin lagu Astuti punya Oom Agung Hercules sekarang malah lagi demen dengerin sekodi lagu-lagunya Christina Perri.

Lebih baik belajar listrik dinamis, elektromagnetik, kalor atau belajar untuk menjadi lebih dewasa? Belajar memahami orang lain?
Atau belajar renang gaya bebas secepat bus jalur 15 biar bisa cepet ninggiin badan?
Atau belajar untuk tidak peduli dengan ketidak pedulian orang lain?
Hidup itu memang hanya untuk belajar.
Belajar 17 mata pelajaran untuk UKK yang tinggal 2 minggu lagi.
Belajar menjadi dewasa.
Belajar untuk kesakitan hati.
Belajar untuk tegar dan tidak kebanyakan prihatin kayak Pak SBY.
Belajar untuk tersenyum, tertawa sedang hati sudah enggak berbentuk.
Belajar untuk penolakan yang sangat nusuk, nembus badan dan hati.
Belajar untuk tidak mengeluh.
Belajar untuk bersikap baik atas sikap orang lain yang tidak menghargai kerja keras kita.
Belajar untuk terus mencapai feedback.
Belajar untuk bertanggung jawab tanpa kenal kata "Gue capek!."
Bahkan untuk move on, kita juga perlu belajar.

Sejak kita lahir hingga kita punya buku yasin, kewajiban kita cuman belajar.
Well, belajar dengan baik.
Dengan cara kita sendiri.
Namun, untuk menjadi dewasa tidaklah ada buku pemandu kayak kalau mau bikin omelete.

Belajarlah Diella, belajarlah.

1 komentar:

  1. belajarlah bersama-sama, biar bisa menjaga semangat tuk gapai asa. pernah denger sebuah kalimat, yang mungkin memang ga gampang untuk mencernanya, daun yang jatuh tak pernah menyalahkan angin, kata tere liye-bener ga ya nulisnya-*

    *mb wid jg sedang belajar pula, jadi kata-kata diatas jg untuk mb wid jg. biidznillah, semoga Allah mengijinkan.

    BalasHapus