Rabu, 27 Juli 2016

7 Hours with Myself

Tulisan ini ditulis di lantai dua smoking-room coffee shop di jalan sudirman. (NO, I don't smoke. Karena non-smoking room terlalu sumuk dengan AC yang terkalahkan panasnya Jogja.) At least ada angin sepoi-sepoi di lantai dua, dan hanya ada satu pengunjung yang merokok. I still can handle this.

Humans think, they are the best planners, yet the reality; God is the best planner and executor. 

Seperti manusia pada umumnya, aku percaya dengan kalimat di atas but susah juga bos untuk betulan dijalankan. But I have been trying tho.

Salah satu escape mechanism-ku untuk menjalankan kalimat di atas adalah dengan 7 Hours with Myself. Yes, sounds so nestapa karena sendirian aja mbak?

Hari ini aku berencana ke perpustakaan yang katanya terbesar di asia tenggara di daerah Janti, tapi ku tak percaya cos you know how media exaggerate on something for the sake of 'booming news'.
Aku menstater kendaraan pukul 10 pagi, heading to salah satu mall di jalan solo untuk beli tiket Rudy Habibie dan nonton bersama Simboke sore nanti. Semakin pagi semakin bagus untuk ngantre karena jumlah pengunjung sinema berbanding lurus dengan semakin petangnya hari. That's my theory and I do believe. 

Mampir sebentar ke Books and Beyond not buying anything becoz nanti ku tak bisa jajan mamam.

Melihat macetnya jalan Solo dari arah timur ke barat mengurungkan niatku ke perpustaakan di daerah Janti, karena keluar mall harus puter balik untuk ke arah timur. Guess you know which mall.

Kue laba-laba abang-abang di depan di SD Masjid Syuhada would be good idea, I thought. Tapi sepertinya wrong timing. I do love kids, tapi tidak sebuanyak ini. Istirahat Dzuhur adalah waktu dimana murid SD dan SMP Syuhada ambyar di masjid untuk sholat dzuhur berjamaah, untuk berjalan di plataran menuju tempat wudhu, aku nabrak banyak precil either they nabrak me. Saking penuh precil berseragam hijau.

Turned out, abang kue laba-laba tidak berjualan hari ini. Hatiku sedih.

Aku memutuskan duduk lesehan dengan tikar yang digelar di atas trotoar. Memesan lotek juga es beras kencur bapak gerobagan. I commit not to makan di pinggir jalan dengan piring dan gelas yang hanya dicuci dengan air se-ember dalam satu hari. Hey don't judge me dulu ya.

I used to like makan dipinggir jalan, mie ayam pinggir jalan yang semakin banyak boraks dan saos bagong, semakin ena'. Atau nasi goreng kambing yang cucian piringnya hanya se-ember dengan penjualan 100 piring tiap malam. I don't mind having breakfast or lunch or even dinner di penjual gerobag pinggir jalan. Tetapi semua berubah setelah aku mengikuti pelatihan tentang penyakit Hepatitis.

That disease is so scary, dude.

Tapi siang ini I break my commitment dan menikmati lotek dan es beras kencur di trotoar depan masjid Syuhada.

Di depan mataku siang ini adalah penjual makanan gerobag yang kebanyakan adalah pria. Kemungkinan besar mereka adalah tulang punggung keluarga, dengan berjualan es gulas, lotek atau bakwan kawi yang keuntungnya jauh dari cukup. I felt so guilty atas banyak hal yang tidak aku syukuri.

Kulanjutkan 7 Hours with Myself menuju kedai kopi di jalan sudirman, tempat aku duduk dan menulis post ini sekarang.

I think 7 Hours with Myself is good idea to know myself more through some simple moments.

3 komentar: